Tarif Trump Bikin Harga Udang Anjlok, Petambak Kembali Terpuruk
Bulukumba, 9 Juli 2025 — Petambak udang di seluruh Indonesia kembali menghadapi tekanan berat. Harga udang budidaya mengalami penurunan tajam hingga 20–30% di hampir seluruh wilayah produksi. Penyebab utamanya adalah kebijakan tarif impor baru dari Amerika Serikat yang mencapai 32%
"Ini benar-benar memukul. Harga pokok produksi (HPP) untuk udang size 100 ekor per kilogram nyaris tidak tertutupi. Keuntungan petani hanya tersisa Rp2.000 per kilogram. Sangat tidak sehat," ujar Nyompa seorang pelaku budidaya udang dari Lampung.
Padahal, ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat menyumbang sekitar 60% dari total ekspor udang nasional. Data menunjukkan bahwa dari total nilai ekspor perikanan Indonesia ke AS sebesar USD 1,9 miliar, sebanyak USD 1,07 miliar berasal dari komoditas udang. Dengan tarif baru ini, udang Indonesia menjadi tidak kompetitif dibandingkan Vietnam dan Thailand, yang saat ini lebih agresif merebut pasar Amerika.
Tarif Tambahan dan Risiko Ekonomi
Tak hanya tarif resiprokal sebesar 32%, masih ada beban tambahan berupa tarif anti dumping sebesar 3,9% dan tarif member BRICS 10%, jadi total tarif yang harus ditanggung masyarakat sebesar 45,9%. Jika seluruh tarif ini berlaku penuh, potensi penurunan ekspor ke AS bisa mencapai USD 1 miliar.
"Sepertinya ini semacam 'teguran' dari AS terhadap Indonesia yang semakin dekat dengan BRICS. Imbas geopolitik global kini terasa nyata hingga ke petambak udang," ujar Nazruddin pemerhati kelautan.
Daya Saing Tertekan, Pasar Alternatif Masih Sulit
Pemerintah saat ini tengah mengalihkan fokus ekspor ke pasar Eropa dan China. Namun, kedua pasar tersebut punya tantangan tersendiri. Produk udang Indonesia masih kalah harga dibandingkan produk dari Vietnam dan Thailand yang memiliki subsidi kuat dan efisiensi tinggi dalam rantai pasok.
Di sisi lain, Amerika Serikat juga mengajukan berbagai tuntutan lain kepada Indonesia, mulai dari penghapusan tarif bea masuk untuk produk AS, hingga penurunan berbagai hambatan non-tarif seperti PPN atas barang mewah dan layanan digital, kewajiban sertifikasi halal, dan bahkan penggunaan QRIS.
Perlu Respons Terpadu Pemerintah Pusat dan Daerah
Dalam situasi krisis ini, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi sangat penting. "Sering kali, daerah merasa tidak punya peran dan justru menyalahkan pusat. Padahal, komunikasi dan strategi adaptasi harus dilakukan bersama," kata Muhammad Abdi Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).
Masih ada waktu sebelum 1 Agustus 2025 — batas efektif pemberlakuan tarif baru — bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi diplomatik dan mencari solusi terbaik. Keputusan strategis perlu segera diambil untuk melindungi jutaan petambak dan keberlangsungan industri perikanan nasional.
Comments
Post a Comment